Merk Jepang tergerus!!! untuk dunia motor belumlah terjadi dan masih mampu bertahan sebagai champion, tapi artikel ini buat warning halus aja. Lihat saja diindustri elektronik, khususnya smartphone. Merk Jepang sudah tidak lagi bersuara di hajar babak belur!!!
Mengapa bisa terjadi? apakah karena kalah bersaing Harga? apakah karena kalah bersaing kualitas? Apa justru karena kalah bersaing Inovasi?
Nah pada artikel ini kita bahas tipis tipis aja, bukan bahasan pro, cuman buat baca dan diskusi sambil minum teh hangat aja. Oke…kita lanjut pada pembahasan, berikut ini adalah beberapa sebab mengapa Merk Jepang mulai susah bersaing dan terancam di Market.
- Terjadi pergeseran Primary Consumer Generation, Pasar berubah akibat konsumen berubah, yang awalnya konsumen primer adalah generasi baby boomer yang mendewakan kualitas dan keawetan VS Harga mulai bergeser ke generasi selanjutnya. Pada generasi X konsumen mulai pandai berhitung masalah Value for Money, jadi faktor Kepercayaan terhadap Brand mulai diperhitungkan juga. Selanjutnya pada Generasi Y masih mirip dengan Generasi X, Value for Money jadi factor utama. Bedanya kalau generasi X lebih melihat Value secara tangible (kualitas produk, service, purna jual, jaringan dll) pada generasi Y lebih melihat Value for Money secara intangible-nya (Nama besar Brand, Service Hospitality, Kemudahan dan kecepatan produk sampai ke pelanggan, brand image dll). Nah saat ini…… rada runyam deh masuk di jaman dimana primary consumer dikuasai para kaum Millennial, yang saat ini disebut juga generasi “Micin”… #ups… kata orang loh…kata orang!!! Pada Millennial Generation, factor Impressing Ego-nya gede banget. Jadi mereka akan memilih produk yang menurut mereka dianggap lebih WAH, lebih WOW dan secara life style dianggap mewakili Kaum mereka dan “Gue banget” impressing their life, their styles, their spirit and of course campaign their ideology. Gak melulu lagi soal kualitas atau Value for money, justru secara umum generasi ini tak lagi melek kualitas dan value for money. Mudah juga di bohongi oleh spesifikasi produk yang sifatnya membuai, bahkan lipstik make up semata. Hal ini terlihat mirip namun sangat berbeda dengan karakteristik generasi baby bommer yang buta spesifikasi karena kurang melek terhadap informasi, justru pada generasi millennial ini mereka sangat tahu banyak mengenai informasi, akan tetapi sangat tidak tahu bagaimana membedakan informasi yang benar atau yang salah, semuanya tertelan dan terlahap dalam kecepatan smart gadget yang mereka miliki. Bahkan generasi ini cenderung merasa paling pintar dan paling maju dengan sedikit saja pengetahuan/informasi yang mereka miliki. Pada umumnya generasi milenial menganggap dirinya jauh lebih pintar dari pada kenyataan yang sebenarnya. Ini tantangan buat marketing jaman ini sekaligus peluangnya he he he. Japan Brand terlalu idealist untuk mengikuti perubahan generasi dari primary customer-nya ini. Inilah juga yang menjadi sebab mengapa Brand Korea mulai berjaya pada era Y generation dan Brand-brand China mulai mendapatkan peluang untuk berjaya di era Millenial Generation.
- Bangsa ini sangat mengejar Perfectionist (Qualities). Dengan semangat Bushidonya yang sudah mengakar dalam budaya ratusan tahun, bangsa Jepang percaya dalam melakukan segala sesuatu dalam apa yang dikerjakannya mereka akan dapat mencapai kesempurnaan menjadi Dewa (mastery) dalam bidang kehidupannya itu. Karena itulah dalam melakukan segala sesuatu mereka akan bekerja dengan sebaik baiknya memberikan yang terbaik untuk mengejar kesempurnaan hasil kerja. Dengan mengerjakan apa yang mereka tekuni dengan sempurna mereka yakin adalah jalan Kesempurnaan untuk menuju Hidup Abadi setelah kematian. Nah semangat ini terbawa dalam Corporate Culture mereka di perusahaan perusahaan Jepang. Japanese Perfectionist culture ini dalam perusahaan perusahaan Jepang hanya akan melaunching produk yang dianggap memiliki kualitas yang sempurna. Sering mereka menunda launching karena menemui produk yang akan mereka launching belum sempurna, mereka terlalu sibuk berlama-lama dengan tekun untuk test produk dan memilih memupuk keyakinan terlebih dahulu sebelum waktu untuk meluncurkan produk tersebut di market. Akibatnya produk Jepang dewasa ini selalu tertinggal secara model karena sudah ketinggalan trend dan life style. Padahal secara kesempurnaan teknologi dan kualitas biasanya jauh mengungguli kompetitornya di market yang sama. Lihat aja Vaio, HP Sony, NTT Docomo yang hanya mampu diterima dalam Japan Market Only.
- Belum lagi karena dalam Japanese Birokrasi yang sangat menghormati senioritas membuat perusahaan perusahaan Jepang (terutama yang raksasa) semakin lamban dalam memutuskan dan bergerak dalam menghadapi pasar dunia yang makin berputar cepat. Sebenarnya di Jepang sendiri ada culture Bureiko, dimana bureiko ini adalah istilah Jepang untuk memecah aturan yang cenderung terjadi di pihak perusahaan yang dikenal sebagai nomikai. Perusahaan Jepang secara tradisional dikelola dengan struktur hirarkis yang kaku dan tidak memungkinkan untuk ide ide mengalir bebas. Dengan demikian Bureiko atau “merusak tatanan” dianggap penting untuk membangun tim yang lebih kuat dan innovative. Akan tetapi pada prakteknya, Perusahaan perusahaan Raksasa Korea yang mengadopsi Japanese culture justru malah mampu menerapkan Bureiko ini dengan lebih baik. Produk produk korea didukung oleh budaya mereka yang sangat expressive diuntungkan disini. Seperti berkejar kejaran dengan Trend dan fashion terbaru!!! Ide ide baru bahkan yang mendahului dan menggerakkan trend itu sendiri meluncur dengan mulus dan cepat diputuskan dalam rapat rapat BOD, cepat dieksekusi dan cepat pula dipasarkan. Jepang mulai kehilangan kendali trend setter-nya di pasar.
- Masyarakat Jepang terlalu Percaya diri dan sudah Nyaman pada keunggulan Japanese Superiority Advantages. Memiliki bangsa yang unggul dalam bidang teknologi dan culture-social-budaya membuat mereka terlampau lama hidup dalam dunianya sendiri. Bagi yang pernah ke Jepang pasti menyadari betapa di Jepang sendiri budaya paperless sangat tidak terasa. Dimana-mana terdapat poster kertas dan brosur kertas yang dibagikan, pamflet promosi yang tebal dengan kertas yang bagus dan berkualitas sangat baik. Ini diakibatkan mereka tidak pernah bermasalah dengan sampah kertas akibat sangat sempurnanya dan begitu majunya recycle system di negeri mereka. Yang namanya tong sampah susah ditemukan dimana-mana, akan tetapi jalanan dan tempat umum begitu bersih tanpa sampah karena semua orang memiliki kesadaran yang tinggi untuk membawa sampah mereka masing masing. Begitu pula dengan elektronik gadget yang mereka miliki sangat canggih dan awet, sehingga mereka tidak lagi merasa butuh yang lebih dari itu, karena sudah memiliki yang dirasa terbaik. Problem mulai terjadi disini…apabila market sudah merasa tidak butuh lagi lebih baik, divisi pengembangan juga akan slow down terhadap ide ide baru. Begitu pula yang terjadi di banyak perusahaan Jepang lainnya.
- Produk Jepang selalu pelit fitur dan gimmick. Karena budaya mereka selalu menjual yang standart dengan harga standart dan yang lebih sebagai added dengan harga tambahan yang terpisah membuat berbagai produk Jepang selalu mengikuti pattern sistem ini. Berbeda dengan Korea yang sedikit lebih murah hati atau malah produk China yang suka sekali memberikan berbagai fitur dan gimmick ekstra included secara gratis dan murah hati.
- Masih banyak sebab-sebab lainnya, Gue harap cukup untuk membuat kolom diskusi makin rame dan hangat dengan komentar komentar yang menambahkan wawasan kita semua.
Salam Uhuuuuuuuuy!!!
Mereka butuh anak-anak muda dengan ide-ide yang segar,penuh lifestyle dan kekinian.
Jd inget alasan soichiro honda mundur dari tahtanya.
Anak anak muda Jepang penuh ide ide segar, lifestyleable dan kekinian loh. saya banyak kenal beberapa dari mereka.
bukannya anak muda jepang sekarang lebih tertarik budaya ( lifstyle fashion, famous ig dll) ketimbang tehnologi yah om,,,apa salah, cmiww
Masih japanese style tu om.Cb ngikut korean style atw chinese style (mindset)
Yg babak belur.
Elektronik rmh tangga : panasonic,sharp,sony,toshiba,sanyo
komputer/PC : Sony & vaio,toshiba
Menambahkan yg nomor 4. Perusahaan Jepang yg produknya sudah mendunia, tentunya melakukan riset RnD tidak cuma di market jepang saja tapi juga di negara2 lainnya. Jadi walaupun di market Jepang trend tidak berubah (sudah puas dgn yg ada dan tidak membutuhkan yg lebih baik lg) namun RnD masih akan terus bekerja berdasarkan hasil riset market di negara lain. Mengapa masih terlambat / ketinggalan model? Saya rasa pengambilan keputusan (nomor 3) yg paling berperan disini. Teringat kasus di otomotif, masukan market Indonesia belum tentu disetujui prinsipal di Jepang sana..hehehe.
karena yang dijepang pola pikirnya juga pola pikir Jepang.
RnD di tiap negara dalam kasus otomotif tetap jalan emang. Tapi hm… kayaknya rnd jalan setengah ya. Selain principal jepang ngerem yang di area sdm masih tidak semumpuni yg di jepang.
Sony terlalu pelit kasih fitur.. lihat aja kelas mid range nya dengan fitur yg standart tp di hargai lebih mahal dari kompetitor, mereka terlalu pede dengan slogan “AWET” di produk2 mereka..
pdhal kedepannya orang gak terlalu concern sama awet..yah awet dalam arti 10 tahun gak rusak ( liat TV tabung sony), cukup awet gak rusak 4-5 tahun….karena orang sekarang lebih konsumtif dan bosen beut..liat trend interior rumah, pasti mengikuti, sedangkan interior rumah sekarang lebih dinamis…
Selain alasan-alasan di atas, pola pikir corporate jepang secara umum itu kolot. Kalo sudah ketinggalan jauuuuhh mereka baru matanya terbuka dan terkaget kaget.
Liat kasus pokemon go, itu hype tinggi lewat duluan dibanding produk yang dirilis dengan cepat, sekarang fiturnya makin banyak namun hype sudah keburu jatoh karena tidak bisa deliver ekspektasi masyarakat tepat waktu.
Lalu ada juga beberapa contoh kasus lisensi produk jepang disini yang gue tau, pola pikir prinsipalnya kolot dan lamban merespon dinamika pasar yang sangat cepat, sehingga calon klien yang minat keburu kabur cari yang lain, padahal kualitas Jepang ok. Corporate jepang juga lebih manusiawi dan fair dalam menghargai karyawannya dibanding cina dan korsel.
Contoh lain sony, waktu produk TVnya dipretelin dan dicopy habis oleh barang korsel dan cina, mereka lambat merespon. Terlalu lama berpikirnya, padahal jarum jam terus berdetak ke kanan.
Contoh jepang-jepang yang masih survive ya yang bisa rendah hati membuang pola pikir kolotnya, untungnya di dunia otomotif roda 2 jepangnya cukup dinamis. Tapi di sisi roda 4 mereka melawan arus dunia barat yang kencang di kampanye kendaraan hibrida/elektrik, jepang malah gaungkan kampanye kendaraan hidrogen, menarik dilihat hasilnya akan bagaimana ini.
Menurut gue alasan utamanya ya ini, karena kolot jadi mereka lamban merespon pasar, akibatnya kalah fitur, kalah harga, kalah image di depan mata millenials, jadi dilibas kompetitor dan terlambat serang balik. Plus ekonominya jalan di tempat sudah sekian lama.
Corporate jepang juga lebih manusiawi dan fair dalam menghargai karyawannya dibanding cina dan korsel.
—————————————
setuju sih, tapi 2 negara itu juga kalu baik yah baik…
generasi muda jepang juga sedikit, itu juga masalah.
saya pernah baca di mana yach,
boss panasonic ikut bicara masalah ini, jepang memang bisa hardware yg kecil sekali, kuat sekali mereka di situ, tapi mereka tertinggal masalah di software
kalu tdk salah masalah elektronik, dia bilng bahwa dgn software, masalah kualiats gbr bisa diperbahurui,
dn jepang tertinggal masalah software ini di dunia display.
dan mereka akui sudah sangat terlambta untul mengejar,
dan blm ada solusi utk hal itu.
mungkin mereka pasrah dan lepaskan utk produk tertentu, tapi untuk produk lain, mungkin mereka sdh berubah.
mereka kuat di semikomduktor,
Ditambah angkatan muda jepang makin malas menikah dan punya anak karena banyak sebab.. yang mau punya istri orang jepang monggo ke sana wk
Lu Kira enak punya istri orang jepang? Lu pulang kerja jam 7 malem. Dia ngomong lu sudah kerja buat dia dan keluarga, tapi belum kerja buat negara. Suruh balik kerja lagi lembur di kantor lu!
wow why offended dude? wk
Saya pertama x beli LCD merek LG bisa colok USB lihat film dan Foto serta dengar musik dengan interface yang contik
Terus beli buat Ortu merek Toshiba, sampai dirumah, ternyata USB cuma bisa lihat foto dan interface software jelek, dan foto yang ditampilkan gambarnya kurang enak dilihat. akhirnya saya kembalikan lalu tukar Sharp, ternyata cuma bisa foto dan musik, tidak bisa putar film karena toko langganan akhirnya mereka boleh saya tukar lagi dan balik lagi dengan LG.
Tahun lalu saya ganti LG lama saya dengan yang TV digital dvbt2. Tadinya mau ambil Sony tapi waktu coba test tangkapan siaran analog dan digital itu menu untuk auto tuning cari channel lama sekali sekitar 15 menit, menu untuk usb juga kurang menarik tampilannya, tanya Polytron tidak ada ukuran yang saya cari
lalu coba TV LG lagi ternyata untuk cari channel siaran tidak sampai 5 menit dapat channel tv analog dan digital juga bisa tangkap siaran radio digital. Lalu berbagai format video full HD bisa diputar di TV. Akhirnya pilih LG lagi.
iyah pada males kawin karena mo kawin biayanya mahal,tanggung jawab, deposto, belum kelain2…liat2 di untub dlu pgn banget punya bini jepang…hahahaha
tapi memang perusahaan jepang lebih menghargai karyawannya dibanding perusahaan korea
apalgi kalau kita respect sama dia dan kta punya prestasi…wiiiih salut beut dah mereka, bisa ngajak ngesake dan mabok bareng….hahahaha
Biaya tenaga kerja krn biaya hidup dan gaya dari bawah ampe atas; bbrp industri dah pindahin ke China, termasuk alat musik juga, yg top end masih d Japan biasanya handcrafted.
Klo otomotif, mau jualan di China ya harus kerjasama ama pabrik lokal dan dari situlah mereka menyerap ilmu dan menerapkanya di produk2 mereka.
Skrg juga Korea dah mulai, yg terdengar heboh kmrn sampe rusuh masalah pabrik GM; gaya hidup dan kultur perfeksionis berpengaruh juga, generasi mudanya juga bahagia melihat fatamorgana entertainment.
Industri otomotif China juga akan menjadi pemimpin dunia. Arahnya jelas ke sana